Luwu – Kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) terkait penurunan angka stunting di Kabupaten Luwu, yang diselenggarakan oleh PT Putri Dewani Mandiri, menuai kritik tajam dari berbagai pihak. Pasalnya, acara yang digelar sejak 13 hingga 16 Desember 2024 itu dikabarkan menelan anggaran hingga ratusan juta rupiah, memicu pertanyaan soal efektivitas dan prioritas penggunaan dana publik.
Ketua Forum Pemantau dan Peningkatan Kapasitas Ekonomi Lokal (FP2KEL), Ismail Ishak, menyoroti bahwa anggaran sebesar itu seharusnya digunakan untuk intervensi langsung kepada masyarakat, bukan hanya untuk pelatihan teknis. Ia bahkan mendesak aparat penegak hukum untuk mengaudit pelaksanaan kegiatan tersebut.
“Dalam Permendesa PDTT No.13 Tahun 2023, dana desa untuk stunting mestinya digunakan untuk intervensi langsung, bukan untuk Bimtek yang menelan biaya ratusan juta,” ujar Ismail.
Berdasarkan informasi, PT Putri Dewani Mandiri membebankan biaya Rp 4,5 juta per desa untuk mengikuti kegiatan ini. Dengan jumlah 207 desa di Kabupaten Luwu, total biaya yang diperlukan lebih dari Rp 900 juta. Namun, Bendahara PT Putri Dewani Mandiri, Andi Hamzah, membantah klaim tersebut. Ia menegaskan tidak semua desa mengikuti kegiatan ini, dan kegiatan tersebut telah mendapatkan persetujuan dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD).
“Jika dilihat secara rinci, biaya per peserta hanya Rp 900 ribu. Itu sudah termasuk honor pemateri dan operasional. Jadi anggarannya wajar,” ujar Hamzah.
Namun, pernyataan tersebut justru menuai tanggapan berbeda dari beberapa kepala desa. Salah satu kepala desa, yang meminta namanya disamarkan, mengungkapkan bahwa anggaran desanya untuk stunting hanya Rp 10 juta, yang sebagian besar telah digunakan untuk kegiatan posyandu dan pemberian makanan tambahan.
“Kami harus mencari pos anggaran lain untuk membayar kegiatan ini. Padahal, program intervensi di desa sudah berjalan baik,” ujarnya.
Selain anggaran yang menjadi sorotan, peserta Bimtek juga mengeluhkan efektivitas kegiatan tersebut. Seorang peserta mengungkapkan bahwa pelatihan yang berlangsung hanya sehari dengan banyak materi sulit untuk dicerna.
“Materi terlalu padat untuk dipahami dalam waktu singkat,” ungkapnya.
Dengan kondisi tersebut, banyak pihak meragukan komitmen Pemerintah Kabupaten Luwu dalam menurunkan angka stunting secara signifikan. Mereka mempertanyakan mengapa anggaran yang begitu besar tidak dialokasikan untuk intervensi langsung kepada masyarakat yang membutuhkan.